Hai guys!

Apa kabarnya hari ini? Semoga sehat selalu yaa!

Hari ini aku nggak akan membahas tentang makeup atau skincare, kali ini aku mau cerita ngalor ngidul ajah sih tentang Demam Berdarah Dengue atau DBD. Di postingan tentang Dear Me Beauty Skin Barrier Water Cream lalu aku janji mau cerita tentang anakku yang kena DBD. Jadi, aku ceritain sekarang ajah ya. DBD merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk. Lebih jelas dan detailnya jenis virusnya jenis nyamuknya google ajah ya bestie, aku takut nanti bukannya sharing malah jadi makalah penelitian DBD. Haha. Yang pasti kalau tidak ditangani dengan tepat bisa menyebabkan kematian juga si DBD ini.

Jadi awal mulanya, tanggal 29 Juni 2022 anak sulungku ngajakin ke tempat wisata yang tempatnya bertema alam gitu karena lagi masa liburan. Ya udah, kuturuti~~. Pagi hari anakku sarapan sedikit ajah, beberapa waktu belakangan itu dia emang terlihat “panas dalam” (yang mana menurutku imunnya lagi kurang). Di hari itu karena cuaca panas, dia minum lumayan banyak tapi pas diajakin makan siang makannya dikit ajah. Malem juga nggak mau makan katanya kenyang, jadi cuma minum susu sedikit saja. Waktu mau tidur, ternyata anakku demam dan muntah. Berapa derajat, ga aku cek karena termometerku rusak. Aku pikir hanya karena kecapean dan karena lagi ada masalah pencernaan. Jadi aku kasih paracetamol dan turun tapi 1 jam kemudian naik lagi. Lalu 4 jam kemudian aku kasih lagi tapi masih naik turun juga. Aku pikir jangan-jangan anakku mengalami gastroenterocolitis kayak dulu. Udah cemas banget aku. 

Baca juga: Didiagnosis Hisprung Saat Bayi

Tanggal 30 Juni 2022, pagi langsung aku bawa ke dokter lain. Dikasih obat demam, mual, dan vitamin karena dia juga ada sariawan yang gede di sekitar area amandel. Diresepkan antibiotik yang disuruh tebus kalau tanggal 1 Juli 2022 sore masih demam, tapi perasaanku mengatakan harus tebus langsung deh buat jaga-jaga. Kalo ga demam lagi yah ga usah minum, tapi kalo demam bisa langsung kasih minum ga perlu bolak balik gitu kan. Siangnya mulai nambah satu gejala lagi yaitu mencret. Dokter ini juga mengingatkan kalau sekarang lagi musim DBD, 1 hari sebelumnya juga ada pasien Beliau anak-anak yang positif DBD.

Tanggal 1 Juli 2022 masih demam, mual, sakit kepala hebat yang hilang timbul. Sorenya aku kasih antibiotik sesuai dosis dokter. Hari ini juga makan dan minumnya kurang, lebih banyak tidur.

Tanggal 2 Juli 2022 masih mengalami gejala yang sama, jadi pagi ini aku bawa ke dokter lagi dan dikasih obat pereda nyeri dan oralit. Aku juga beli termometer dan aku mulai cek suhu badannya per 3-4 jam dan aku catat. Obat yang diminum juga aku catat berserta jam minumnya. Karena aku merasa ada yang ga beres malemnya aku Whatsapp dokternya, tanya kalau hari minggu 3 Juli masih sama gimana? Dokter langsung suruh ke IGD ajah. Di hari ini anakku udah susah makan, susah minum, susah minum susu, pipisnya sedikit, matanya mulai keliatan mata pandanya. Aku sudah membatin jangan-jangan sudah mulai dehidrasi.

Tanggal 3 Juli 2022 jam 7an pagi, langsung aku bawa ke IGD. Aku jelaskan ke dokter jaga dan suster kronologi awal plus catatan suhu dan obat yang diminum. Jangan ditanya deh drama ngeceknya gimana. Karena anakku trauma sama rumah sakit, jarum suntik dan kawan-kawannya. Dokter jaga bilang kalau anakku harus opname karena dehidrasi, ada amandel yang gede, sariawan juga. Ini udah susah makan dan minum jadi obat oral juga akan susah masuk. Sekaligus akan ambil darah buat di tes. Aku ngikut apa kata dokter ajah. Udah ngurusin administrasi, langsung nemenin anakku lagi di IGD buat masang IV Line. Karena anakku trauma, aku ga sungkan sampaikan ke suster kalau anakku punya trauma jadi minta tolong agak bersabar. Susternya pun memaklumi dan emang agak rempong nyari nadinya. Sambil menunggu ruang rawat inap disiapkan, kami menunggu di IGD dan anakku bisa tertidur. Mulai dari saat ini obat-obatan sudah mulai diberikan melalui IV Linenya. Sore harinya, dokter spesialis anaknya datang untuk menyampaikan hasil tes darah tapi aku pas ga rumah sakit (aku pulang mandi dan bebersih, sambil ngambil perlengkapan nemenin dia di RS) jadi suamiku yang ketemu dokter. Menurut apa yang disampaikan suamiku, leukosit anakku rendah. Tapi pastinya sakit apa, suamiku ga tanya juga ke dokternya. Aku tanya ke suster, katanya tunggu dokter. Ya udah, karena dokternya visitnya besok sore(4 Juli) jadi sabar-sabar ajah aku nunggunya. Sambil nunggu ternyata di tangan dan kakinya mulai muncul bercak merah gede-gede tapi ada juga yang kecil seperti bekas gigitan nyamuk, kalo ga salah susternya bilang peteki atau pateki gitu deh. Lalu dokter dihubungi via telpon dan disuruh ambil darah dan tes lagi. Sore pas dokter visit, dokter bilang positif DBD trombositnya turun di bawah normal. Jeng-jeng! Takut aku, gimana kalo dia perlu tranfusi darah? Udah kemana-mana ajah tuh pikiran, tapi tetapi berusaha tenang ikutin apa instruksi dokter. Dokter juga bilang karena sudah pasti DBD, setiap hari bakalan ambil darah buat di cek trombositnya. Lemes, bestie! Tapi per malam ini, anakku udah lebih semangat dikit tapi kesakitan di area IV linenya, karena tangannya bengkak. Jadi, IV Linenya dipindahin ke kaki.

Tanggal 5 Juli 2022, subuh-subuh anakku mimisan dan lapor ke suster. Selesai pergantian shift suster, ambil darah lagi. Syukurnya, trombositnya mulai naik. Anaknya udah semangat nego mau pulang dan nego mainan. Udah semangat minta junk food. Tapi belum aku kasih, karena aku mau kuatin lambungnya dulu. Wong di rumah sakit makannya bubur. ANW, nginep 1 malam lagi di rumah sakit.

Tanggal 6 Juli 2022 pagi, tes darah lagi dan hasilnya trombosit sudah normal. Agak siang diinfokan kalau sudah boleh pulang. Anakku denger jadi udah kesenengan. Langsung minta pulang, padahal susternya nanya mau nunggu dokter apa nggak. Karena bocah udah memelas, kita putuskan nggak ketemu dokter hari itu. Jadi pak suami urus administrasi, lalu kita pulang sampe rumah bebersih lanjut istirahat.

Mulai tanggal 7 Juli 2022 nafsu makannya mulai naik. Obat dan vitamin masih diminum, jam tidur juga aku atur dan harus tidur siang. Tanggal 10 aku ajak beli kotak bekal makanan buat sekolah. Aku tanyain anakku udah kuat masuk sekolah dan dia bilang udah. Ya uwis, tanggal 11 Juli 2022 tepat waktu masuk sekolah. Senin sih masih MPLS ya, jadi cuma 2 jam-an ajah. Pas pagi aku anter, aku tungguin sampe wali kelasnya datang dan minta tolong diliatin anakku. Mana tau dia aneh, pusing, atau pucat minta tolong hubungi aku biar ku jemput. Ternyata baik-baik saja dia dan sorenya kita kontrol ke dokter. Lalu udah dapat lampu hijau, semua baik-baik saja dan nggak perlu kontrol lagi.

Kalau dari padangan aku, anakku mungkin tergigit nyamuk pembawa virus ini beberapa hari sebelum ke tempat wisata dan dia tidak dalam kondisi yang fit banget. Karena bibirnya merah banget, ciri khas orang “panas dalam” atau kurang minum. Lalu karena pergi ke tempat wisata, dia kecapean sehingga badannya jadi drop dan virusnya pun makin merajalela. Ditambah sariawan dan amandel, asupan makanan, minuman dan obat jadi ga bisa masuk.

Oh ya, aku rangkum ya gejala apa saja yang anakku alami.

1.   Demam naik turun, sempat normal tapi naik lagi.

2.   Mual

3.   Mencret

4.   Sakit kepala hebat di bagian atas/ubun-ubun

5.   Gelisah dan ngigau terus.

6.   Lemas dan maunya tidur terus

7.   Sariawan dan tenggorokan sakit

8.   Mimisan (setelah didiagnosis DBD di RS)

9.   Bercak merah dan peteki (di RS)

10. Sakit perut sesekali (bukan karena mau BAB)

Itu dia, kronologis dan pengalaman aku sebagai ibu yang menghadapi anak yang kena Demam Berdarah Dengue atau DBD. Dalam kondisi seperti ini tetap berusaha tenang ya, meskipun hati kecil ga bisa bohong sedih dan panik juga. Tapi dengan sedikit tenang kita bisa mendengarkan diagnosis dari dokter dengan baik dan jelas, tau juga mau nanya apa. Ya meskipun tengah malem aku tetap browsing sana sini karena panik ya kan, yang kemudian pertanyaanku aku ajukan ke dokter agar dapat penjelasan dari ahlinya. Pencegahan udah dilakukan tapi kalau ternyata masih tetap kena DBD juga ya mau gimana lagi. Buat orang tua yang lagi jaga anak yang sakit, jangan lupa jaga kesehatan sendiri juga. Jangan sampai kita drop juga, nanti malahh double biaya, double kerjaan, ga bisa rawat anak juga. Hehe. Waktu di rumah sakit aku usahakan tetap makan. Makan makanan anakku yang ga habis (seperti buah atau lauknya) ataupun aku gofood atau dibawain orangtua dan mertuaku ketika mereka datang menjenguk si kecil. Aku juga konsumsi vitamin, biar imun tetap terjaga karena satu hal yang pasti aku kurang tidur. Selain itu ketika anakku tidur, ya aku ikut tidur meskipun "tidur ayam" karena anakku selalu minta diusap pada bagian yang diinfus.

ANW, kemarin aku pake biaya pribadi ya. Karena saat sampai di IGD suhu badan anakku 37,5 derajat jadi nggak bisa langsung pake BPJS. Bisa pake BPJS tapi harus rujukan dari faskes pertama  atau kalau suhu badannya 39,1 derajat saat sampai di IGD (mohon dikoreksi kalau salah ya).

Thanks for reading.

See you next post!

XOXO

Liamelqha

Welcome back to my blog!

Hi guys! 

Postingan kali ini nggak ada be-beauty-annya sama sekali ya gengs. Di sini aku cuma mau sharing-sharing ajah tentang kondisi anakku yang mempunyai riwayat Hirschprung Disease. Kalau kalian pembaca lama blog ini, pasti tau lah yah kalau anak pertamaku dari lahir mengalami penyakit bawaan Hirschprung Disease. Kalau yang belum tau boleh melipir ke blog post aku beberapa tahun lalu tentang anakku. Tapi siapin mental, karena ada beberapa gambar yang mungkin menganggu.

Baca juga : Di diagnosis Hirschprung Disease sejak lahir

Disclaimer: Aku BUKAN NaKes yah, aku hanya berbagi pengalamanku saja. Semeoga cerita ini dapat membantu menambah sedikit informasi tentang anak dengan riwayat hisprung.

Anak mereka ada yang didiagnosis mengalami Hirschprung Disease. Ada yang curhat karena merasa takut anaknya mengalami ini, takut nggak tau musti ngapain, nanti ke depannya gimana. Ada yang tanya pengalaman, perawatan dan biaya. Ada juga yang menanyakan kondisi anakku setelah 6 tahun berlalu. I'm so happy postingan aku bisa membantu beberapa orang, aku juga senang bisa sedikit membantu mereka dengan informasi dari pengalaman aku. Makanya, aku pikir ada baiknya jika aku update kondisi anakku disini sehingga jika ada teman-teman online yang merasa sungkat untuk menghubungi aku langsung bisa membaca lewat postingan ini.

Februari 2015-Februari 2021, 6 tahun telah berlalu. Nggak terasa, bayi yang dulu aku lahirkan, yang mengalami hisprung, yang harus menjalani dua kali operasi besar di usia yang belum mencapai satu tahun sebentar lagi akan menginjak jenjang pendidikan Sekolah Dasar. Dia mengalami belasan tes darah, puluhan kali ditusuk jarum suntik, puluhan kali diinfus, puluhan jenis obat yang harus diterima. Dia harus masuk ke ruangan operasi sendirian. Dia anak tangguh, dia anak yang kuat, dia seorang pejuang. Aku? Akupun sama, aku juga kuat, tangguh dan seorang penjuang. Aku nggak akan bilang aku tidak lebih kuat dari dia, karena kami semua sama-sama berjuang. 

Apa yang terjadi setelah ia berusia 2 tahunan? Karena postingan terakhir aku berakhir saat dia berusia 2 tahunan. Dia tumbuh dengan baik. Tapi PR aku juga banyak, karena di awal aku hanya fokus ke perawatan hisprungnya, aku lupa dengan imunisasi yang wajib dia dapatkan. Jadi, aku berkonsultasi dengan dokter yang ada di Batam untuk mengejar Imunisasinya. Beruntungnya aku mengenal dokter yang sangat cocok. Jadi, bocilku segera mengejar imunisasi yang tertinggal.

Sejak usia 3 tahun sampai 6 tahun ini si bocil sudah sangat jarang mengalami gastroenteritis. Pernah tapi paling satu tahun 1 kali atau tidak sama sekali. Sejak operasi terakhir kami masih melakukan check up satu tahun sekali, tapi sejak pandemi Covid-19 tahun 2020 kemarin kami melewatkan 1 kali check up. Ini juga aku konsultasikan ke dokternya dan dokternya juga bilang karena kondisi bocil baik dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan jadi nggak apa-apa kalau check up nya ditunda.

Bagaimana dengan bekas operasinya?

Bagaimana dengan luka bekas operasi bocil yang ada di perut? FYI, di perut bocil ada 4 bekas sayatan, 3 titik yang sayatan kecil dan 1 jahitan cukup besar bekas kolostominya. Sampai saat ini, lukanya sudah sembuh dengan sangat baik, tapi bekasnya baru memudar sedikit saja. Di sekolah aku juga menginformasikan ke gurunya kalau dia mempunyai bekas jahitan tersebut, sehingga aku juga minta tolong diawasi agar dia tidak bermain terlalu keras di bagian perutnya. 

Apakah setelah operasi anak bisa BAB sendiri?

Berdasarkan pengalaman anakku, SANGAT BISA! Bocil aku masukkan ke sekolah sejak usia 3 tahunan, masuk Play Group. Di tingkat ini dia masih menggunakan pospak ketika di sekolah karena dia masih beradaptasi dan belajar mengontrol BAB nya sendiri. Lalu naik ke TK A, masih menggunakan pospak tapi dia sudah mulai diajarkan untuk pipis di toilet jangan pipis di diaper lagi. End up, tiap hari aku menerima bajunya yang basah karena pipis. Di semester duanya, guru sudah mencanangkan untuk tidak menggunakan pospak lagi. Jadi aku infoin ke gurunya tentang kondisi si bocil yang terkadang masih sedikit cepirit dan belum bisa BAB ke toilet. Puji Tuhan, gurunya bilang nggak apa-apa. Nanti dibantu sama gurunya. Di sini, aku sangat terbantu karena guru-gurunya yang sabar, meskipun setiap hari ada ajah celananya yang basah karena pipis atau pakaian dalamnya yang di quick wash oleh gurunya. Sebelum TK A berakhir anakku udah lepas pospak, berarti usia 5 tahun. Memang cukup lama dia baru lepas pospak, tapi sekarang dia bisa pipi dan BAB mandiri di toilet. Sampai usia 6 tahun, dia kadang masih mengotori pakaian dalamnya kalau dia terlalu bar-bar makan makanan instan. Yang paling berefek ke pencernaannya adalah susu kemasan berperisa, cokelat, dan es krim. Jadi semua makanan ini, aku batasi konsumsinya.

Apakah ada diet tertentu?

Untuk makanan nggak ada pantangan. Semuanya disesuaikan dengan usia dia. Hanya saja untuk makanan tadi aku batasi konsumsinya, karena bisa bikin perutnya kurang enak yang ditandai dengan cepirit dan sedikit kembung. 

Dulu dia juga sering mengalami putih-putih pada lidahnya dia sering yang berbentuk bulat-bulat. Di awal dia belajar sikat gigi, hal ini sering aku temukan. Lalu aku konsultasi ke dokternya, dokternya bilang ini jamur. Lalu aku tanya kenapa bisa gini, dia sering sikat gigi kok. Ada kemungkinan pengaruh dari antibiotik yang dulu banyak dia terima saat sering mengalami infeksi. Dia memang harus mendapatkan antibiotik untuk menangani infeksinya. Another FYI, dulu pas awal di rumah sakit di Singapura, selain infeksi di ususnya, anakku mengalami infeksi di dalam darah dan kantong kemihnya. Makanya, dia harus menerima banyak antibiotik. Kembali ke bercak di lidah, setelah diberikan obat jamur tetes akhirnya hilang. Disertai juga dengan menjaga kesehatan mulut dengan sikat gigi 2 kali sehari dan menyikat serta membersihkan lidah. 

Untuk teman-teman online dan orang tua yang mengalami hal yang sama, jangan sedih. Kalian pasti bisa melewati ini. Saran kecil dari aku, jangan panik. Memang syok sekali mendengar anak kita sakit, apalagi sakit yang tidak umum seperti ini. Tapi jangan panik juga kunci agar bisa merencanakan perawatan  terbaik berikutnya. Cari informasi sebanyak-banyaknya, dengarkan apa rencana dari dokter, seperti apa langkah perawatan dari dokter. Kalau merasa kurang nyaman, cari opini kedua dari dokter lain ataupun rumah sakit lain. Kalau kurang jelas, tanyakan langsung ke dokternya apa yang kurang dimengerti dan apa yang ingin kalian ketahuin. Mencari opini kedua dari seseorang yang bukan dokter, seperti aku yang hanya memiliki pengalaman yang sama hanya bisa dijadikan informasi tambahan. Tapi yang lebih mengetahui kondisinya adalah dokter yang menanganinya karena kondisi tiap anak berbeda. Hisprung sendiri  ada yang short segment dan ada yang long segment *cmiiw. Ini berarti tindakan dan perawatannya pasti ada yang berbeda pula. Jadi jangan ragu untuk memperjelas kondisi anak dengan dokter yang menangani.

Semangat semua! Kalau ada teman-teman online yang mau curhat, silahkan komen ya atau DM aku di Instagram juga boleh.

Thank you for reading!

Have a nice day!

See you in the next post!

XOXO

Liamelqha